Selasa, 29 Januari 2013

Geliat Seni, Sastra, Kepenulisan di Pontianak, Kalimantan Barat


Lingkar Studi Budaya ( LSB ) Lewat diskusi rutin yang dilaksanakan setiap bulan pada Minggu ketiga. Diskusi rutin keempat dilaksanakan Selasa, 29 Januari 2013 pukul 19.00 – 21.00 di Kantor Balai Bahasa Pontianak. Adapun tema yang dibahas dalam pertemuan ini, yaitu “Seni, sastra, kepenulisan. Apa Kabarmu?  Geliat Seni, Sastra, Penulisan di Pontianak, Kalbar.”

Kegiatan diskusi dibuka dengan pembacaan puisi dari penyair Kalimantan Barat  Nano L. Basuki. Selanjutnya dibuka dengan penyampaian materi “ Perkembangan Sastra di Kalimantan Barat” oleh bapak Museptial. Perkembangan sastra dimulai sekitar tahun 1970 hingga sekarang. Untuk perkembangan sastra saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan kehadiran penggiat sastra diantaranya Pradono dan Uray. Menurut beliau “Karakter penulisan yang disampaikan oleh Uray lebih kurang dengan Sutardji.” Pembicaraan awal ini mengarahkan bahwa Kalimantan Barat juga punya seorang Sutardji dalam sisi penciptaan karya.

                Perkembangan sastra di Kalimantan Barat mengalami kemajuan yang amat pesat. Namun, untuk sisi apresiasi terhadap karya sastra Kalimantan Barat masih sangat minim. “Tidak ada penghargaan atas karya sastra Kalimantan Barat seperti puisi terbaik, cerpen  terbaik, naskah drama terbaik dan lain-lain.” Tambah Museptial. Hal itu sangat disayangkan jika karya-karya itu hanya diberi apresiasi dengan membuat buku, membaca, tanpa ada pemberian penghargaan kepada karya-karya besar  Kalbar. “Kita harus memberikan solusi atas permasalahan ini” tambah Museptial.

                Sebagai pemateri yang membahas geliat dan dilematika perkambangan sastra di Kalimantan Barat.  Yusriadi, seorang yang amat giat memberikan dukungan kepada club menulis STAIN untuk terus berkarya dan membukukan karya. Hal itu terbukti ketika beliau menunjukan setumpuk buku hasil karya penulis-penulis Kalbar.  “Perkembangan sastra di Kalimantan Barat mengalami perkembangan yang cukup pesat dari kuantitas. Namun, kalau dinilai dari sisi kualitas saya belum berani berkomentar.” Kalimantan Barat khususnya harus memiliki kebanggaan bahwa budaya menulis dewasa ini tidak hanya dilakukan oleh parapenulis yang berada di Pontianak saja. Sudah ada karya-karya yang ditulis oleh penulis dari daerah perkampungan.
Menulis tentu bukanlah perkara mudah bagi pemula. Itulah yang membuat banyak karya tidak menyanggupi untuk dicetak menjadi sebuah buku. Sebabnya adalah parapenulis cinderung bekerja sendiri untuk menciptakan karya sendiri. Setumpuk buku yang tunjukan oleh bapak Yusriadi sebagian merupakan buku-buku yang dibuat secara bersama. “Karya-karya yang dibukukan ini ditulis oleh banyak penulis. Sehingga tidak aneh bila kami membukukan dua sampai tiga buku bulan Januari ini.” Tegas Yusriadi.
Dari hasil perbincangan yang amat luar biasa ini menghasilkan pemikiran yang tentu mengarah pada peningkatan kualitas menulis dan pengenalan karya penulis-penulis Kalbar. Hal itu tergambar saat opini, saran, dan kritik yang terlontar dari lubuk hati parapenulis dan pemerhati sastra. Hal itu tampak dari wajah pak Yusriadi yang mengangkat sebuah buku antologi dan meminta buku itu dibedah bersama-sama pada diskusi berikutnya. Inilah arah mimpi diskusi Lingkar Studi Budaya (LSB), kiranya menjadi tongkat yang memberikan kekuatan pada bangunan sastra untuk memberikan naungan yang damai dimata masyarakat, bangsa, dan negara.       

Oleh: Jimmy S. Mudya 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar