Lingkar Studi Budaya ( LSB ) Lewat diskusi rutin yang dilaksanakan setiap bulan pada Minggu ketiga. Diskusi rutin keempat dilaksanakan Selasa, 29 Januari 2013 pukul 19.00 – 21.00 di Kantor Balai Bahasa Pontianak. Adapun tema yang dibahas dalam pertemuan ini, yaitu “Seni, sastra, kepenulisan. Apa Kabarmu? Geliat Seni, Sastra, Penulisan di Pontianak, Kalbar.”
Kegiatan
diskusi dibuka dengan pembacaan puisi dari penyair Kalimantan Barat Nano L. Basuki. Selanjutnya dibuka dengan
penyampaian materi “ Perkembangan Sastra di Kalimantan Barat” oleh bapak
Museptial. Perkembangan sastra dimulai sekitar tahun 1970 hingga sekarang.
Untuk perkembangan sastra saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat
pesat dengan kehadiran penggiat sastra diantaranya Pradono dan Uray. Menurut beliau “Karakter penulisan
yang disampaikan oleh Uray lebih kurang dengan Sutardji.” Pembicaraan awal ini
mengarahkan bahwa Kalimantan Barat juga punya seorang Sutardji dalam sisi
penciptaan karya.
Perkembangan
sastra di Kalimantan Barat mengalami kemajuan yang amat pesat. Namun, untuk
sisi apresiasi terhadap karya sastra Kalimantan Barat masih sangat minim.
“Tidak ada penghargaan atas karya sastra Kalimantan Barat seperti puisi
terbaik, cerpen terbaik, naskah drama
terbaik dan lain-lain.” Tambah Museptial. Hal itu sangat disayangkan jika
karya-karya itu hanya diberi apresiasi dengan membuat buku, membaca, tanpa ada
pemberian penghargaan kepada karya-karya besar
Kalbar. “Kita harus memberikan solusi atas permasalahan ini” tambah
Museptial.
Sebagai
pemateri yang membahas geliat dan dilematika perkambangan sastra di Kalimantan
Barat. Yusriadi, seorang yang amat giat
memberikan dukungan kepada club menulis STAIN untuk terus berkarya dan
membukukan karya. Hal itu terbukti ketika beliau menunjukan setumpuk buku hasil
karya penulis-penulis Kalbar. “Perkembangan sastra di Kalimantan Barat
mengalami perkembangan yang cukup pesat dari kuantitas. Namun, kalau dinilai
dari sisi kualitas saya belum berani berkomentar.” Kalimantan Barat khususnya
harus memiliki kebanggaan bahwa budaya menulis dewasa ini tidak hanya dilakukan
oleh parapenulis yang berada di Pontianak saja. Sudah ada karya-karya yang
ditulis oleh penulis dari daerah perkampungan.
Menulis tentu
bukanlah perkara mudah bagi pemula. Itulah yang membuat banyak karya tidak
menyanggupi untuk dicetak menjadi sebuah buku. Sebabnya adalah parapenulis
cinderung bekerja sendiri untuk menciptakan karya sendiri. Setumpuk buku yang
tunjukan oleh bapak Yusriadi sebagian merupakan buku-buku yang dibuat secara
bersama. “Karya-karya yang dibukukan ini ditulis oleh banyak penulis. Sehingga
tidak aneh bila kami membukukan dua sampai tiga buku bulan Januari ini.” Tegas
Yusriadi.
Dari hasil
perbincangan yang amat luar biasa ini menghasilkan pemikiran yang tentu
mengarah pada peningkatan kualitas menulis dan pengenalan karya penulis-penulis
Kalbar. Hal itu tergambar saat opini, saran, dan kritik yang terlontar dari
lubuk hati parapenulis dan pemerhati sastra. Hal itu tampak dari wajah pak
Yusriadi yang mengangkat sebuah buku antologi dan meminta buku itu dibedah
bersama-sama pada diskusi berikutnya. Inilah arah mimpi diskusi Lingkar Studi
Budaya (LSB), kiranya menjadi tongkat yang memberikan kekuatan pada bangunan
sastra untuk memberikan naungan yang damai dimata masyarakat, bangsa, dan
negara.
Oleh: Jimmy S. Mudya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar