Selasa, 29 Januari 2013

Geliat Seni, Sastra, Kepenulisan di Pontianak, Kalimantan Barat


Lingkar Studi Budaya ( LSB ) Lewat diskusi rutin yang dilaksanakan setiap bulan pada Minggu ketiga. Diskusi rutin keempat dilaksanakan Selasa, 29 Januari 2013 pukul 19.00 – 21.00 di Kantor Balai Bahasa Pontianak. Adapun tema yang dibahas dalam pertemuan ini, yaitu “Seni, sastra, kepenulisan. Apa Kabarmu?  Geliat Seni, Sastra, Penulisan di Pontianak, Kalbar.”

Kegiatan diskusi dibuka dengan pembacaan puisi dari penyair Kalimantan Barat  Nano L. Basuki. Selanjutnya dibuka dengan penyampaian materi “ Perkembangan Sastra di Kalimantan Barat” oleh bapak Museptial. Perkembangan sastra dimulai sekitar tahun 1970 hingga sekarang. Untuk perkembangan sastra saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan kehadiran penggiat sastra diantaranya Pradono dan Uray. Menurut beliau “Karakter penulisan yang disampaikan oleh Uray lebih kurang dengan Sutardji.” Pembicaraan awal ini mengarahkan bahwa Kalimantan Barat juga punya seorang Sutardji dalam sisi penciptaan karya.

                Perkembangan sastra di Kalimantan Barat mengalami kemajuan yang amat pesat. Namun, untuk sisi apresiasi terhadap karya sastra Kalimantan Barat masih sangat minim. “Tidak ada penghargaan atas karya sastra Kalimantan Barat seperti puisi terbaik, cerpen  terbaik, naskah drama terbaik dan lain-lain.” Tambah Museptial. Hal itu sangat disayangkan jika karya-karya itu hanya diberi apresiasi dengan membuat buku, membaca, tanpa ada pemberian penghargaan kepada karya-karya besar  Kalbar. “Kita harus memberikan solusi atas permasalahan ini” tambah Museptial.

                Sebagai pemateri yang membahas geliat dan dilematika perkambangan sastra di Kalimantan Barat.  Yusriadi, seorang yang amat giat memberikan dukungan kepada club menulis STAIN untuk terus berkarya dan membukukan karya. Hal itu terbukti ketika beliau menunjukan setumpuk buku hasil karya penulis-penulis Kalbar.  “Perkembangan sastra di Kalimantan Barat mengalami perkembangan yang cukup pesat dari kuantitas. Namun, kalau dinilai dari sisi kualitas saya belum berani berkomentar.” Kalimantan Barat khususnya harus memiliki kebanggaan bahwa budaya menulis dewasa ini tidak hanya dilakukan oleh parapenulis yang berada di Pontianak saja. Sudah ada karya-karya yang ditulis oleh penulis dari daerah perkampungan.
Menulis tentu bukanlah perkara mudah bagi pemula. Itulah yang membuat banyak karya tidak menyanggupi untuk dicetak menjadi sebuah buku. Sebabnya adalah parapenulis cinderung bekerja sendiri untuk menciptakan karya sendiri. Setumpuk buku yang tunjukan oleh bapak Yusriadi sebagian merupakan buku-buku yang dibuat secara bersama. “Karya-karya yang dibukukan ini ditulis oleh banyak penulis. Sehingga tidak aneh bila kami membukukan dua sampai tiga buku bulan Januari ini.” Tegas Yusriadi.
Dari hasil perbincangan yang amat luar biasa ini menghasilkan pemikiran yang tentu mengarah pada peningkatan kualitas menulis dan pengenalan karya penulis-penulis Kalbar. Hal itu tergambar saat opini, saran, dan kritik yang terlontar dari lubuk hati parapenulis dan pemerhati sastra. Hal itu tampak dari wajah pak Yusriadi yang mengangkat sebuah buku antologi dan meminta buku itu dibedah bersama-sama pada diskusi berikutnya. Inilah arah mimpi diskusi Lingkar Studi Budaya (LSB), kiranya menjadi tongkat yang memberikan kekuatan pada bangunan sastra untuk memberikan naungan yang damai dimata masyarakat, bangsa, dan negara.       

Oleh: Jimmy S. Mudya 

Hukuman Mati yang Dilakukan oleh Gajah

Hukuman mati oleh gajah adalah suatu metode eksekusi yang selama ribuan tahun telah dilaksanakan d Asia Selatan dan Tenggara, khususnya di India. Gajah Asia, digunakan untuk meremukkan, menghancurkan, atau menyiksa tawanan di depan umum. Gajah-gajah tersebut telah dilatih sehingga mampu untuk langsung membunuh atau terlebih dulu menyiksa korbannya pelan-pelan.

Metode ini pada zaman dahulu sering membuat ngeri orang-orang Eropa yang datang ke Asia. Banyak jurnal dan catatan yang dibuat oleh orang Eropa mengenai metode ini. Ketika bangsa Eropa menjajah bangsa-bangsa Asia, cara ini mulai dilarang.

Di Eropa sendiri, bangsa Romawi dan Carthage pernah menggunakan cara ini untuk menghukum para prajurit yang memberontak.

Asia Barat

Pada abad pertengahan, eksekusi oleh gajah dilakukan di beberapa wilayah di barat, termasuk Kekaisaran Bizantium (Romawi timur), Sassanid (Persia), dan Seljuk (Turki). Seorang Kaisar Sassanid bernama Khosrau II, yang memiliki 3,000 istri dan 12,000 budak wanita, suatu hari menginginkan Hadiqah (putri dari Na'aman) untuk dijadikan istri. Namun Na'aman (yang beragama Kristen) tak mau putrinya memasuki agama Zoroaster. Karena penolakan ini, Na'man pun dihukum dengan cara diinjak oleh gajah sampai mati.

Rabbi Petachiah, seorang pengelana dari Ratisbon, melaporkan seksekusi oleh gajah dilakukan di Mesopotamia utara yang saat itu dikuasai oleh Seljuk. Di sana, ketika Sultan sudah menyatakan hukuman mati untuk seseorang, maka ada orang-orang yang akan berkata pada gajah, "orang ini bersalah." Gajah itu lalu akan mengambil sang korban dengan mulutnya, melemparkannya tinggi-tinggi dan membunuhnya.

Sri Lanka

Pelaut Inggris bernama Robert Knox pada tahun 1681 pernah ditawan di Sri Lanka. Di sana dia menyaksikan eksekusi dengan memakai gajah. Knox mengatakan bahwa Gajahnya memakai suatu besi dengan tiga ujung tajam di gadingnya. Gajah itu lalu menusuk korbannya dengan besi itu dan mengacak-acak organ tubuh sang korban.

Diplomat Inggris Sir Henry Charles Sirr pernah berkunjung ke Sri Lanka dan menceritakan hukuman mati oleh gajah atas perintah raja Sri Vikrama Rajasinha. Beginilah kutipan ceritanya:

....Sang pemimpin memberi perintah pada gajah, 'bunuh orang itu!' Sang gajah lalu mengangkat belalainya dan menginjak-injak tanah. Sang pemimpin lalu berkata, 'Selesaikan sekarang,' dan sang gajah meletakkan satu kaki di atas kepala korbannya sementara satu kaki lainnya di atas perut korbannya, dan dengan sekuat tenaga gajah itu menghancurkan tubuh orang malang itu....

India

Di India, selama berabad-abad gajah telah digunakan untuk menghukum pelaku kriminal. Manu Smriti atau Hukum Manu, yang ditulis pada 200 M, menyatakan bahwa jika ada pencurian, maka pencuri tersebut harus dihukum dengan menggunakan gajah. Pada tahun 1305, Sultan Delhi memerintahkan eksekusi pada para tawanan Mongol, sang Sultan menyuruh supaya mereka diinjak oleh gajah di depan umum.

Penggunaan gajah sebagai alat eksekusi berlanjut sampai abad ke-19. Dalam sebuah ekspedisi di india pada 1868, Louis Rousselet menggambarkan eksekusi seorang pelaku kriminal oleh gajah. Dia menceritakan bahwa sang terhukum harus meletakkan kepalanya di sebuah tumpukan balok, lalu sang gajah akan meremukkan kepala korban dengan kakinya.

Asia Tenggara

pada zaman dahulu, Gajah digunakan sebagai alat hukuman mati di Burma, juga di kerajaan Champa. Sedangkan di kerajaan Siam, gajah-gajah dilatih untuk melempar korban ke udara sebelum menginjak mereka sampai mati. John Crawfurd menyaksikan eksekusi oleh gajah di Kerajaan Cochinchina (Vietnam selatan) ketika dia menjadi duta Inggris pada tahun 1821. Crawfurd menceritakan bahwa pelaku kriminal diikat di kayu, lalu seekor gajah berlari ke arahnya dan menginjak-injaknya sampai mati.


Kekaisaran Barat
 
Romawi, Carthage, dan Yunani Makedonia adakalanya menggunakan gajah untuk eksekusi. Pemberontak, tawanan perang, dan penjahat perang banyak yang mati di bawah kaki hewan besar ini. Perdikkas, seorang pemimpin Makedonia, pernah menghukum 300 orang pemberontak dengan cara melemparkan mereka pada gajah-gajah, yang langsung saja menginjak-injak tubuh mereka sampai hancur.

Penulis Romawi Valerius Maximus mencatat bagaimana Jenderal Lucius Aemilius Paulus Macedonicus melemparkan orang-orang untuk dinjak-injak oleh gajah jika ada yang melanggar disiplin atau melakukan pemberontakan.

Senin, 28 Januari 2013

PUISI BJ HABIBIE UNTUK ISTRINYA

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya,
dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.
selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ….
BJ.HABIBIE

UNTUKMU PAHLAWAN TINTA


UNTUKMU PAHLAWAN TINTA
Jimmy S. Mudya

Untukmu yang menjadi masa lalu,
yang tertidur kelelahan disingkir politik,
kau yang tak nyengir lagi di layar TV,
kau yang merubah sejarah mencari keadilan
dan engkau punah bagai enggang.
diincar senapan
dituding bibit kekacauan negeri
kaupun dibuat tidur oleh siapa, selamanya

bersatulah hai penyair
bersuaralah demi bangsamu
bebaskan negeri dari kekacauan
lepaskan belenggu kapitalis

lihatlah negeri terpecah bagai beling
remaja telah pandai tawuran,
saling tonjok di gedung wakil rakyat,
pamer selingkuh,
menertawai rakyat dengan alibi berbelit-belit,
parade kadal
timbulkan konflik hingga perpecahan di mana-mana

benarkah kata meraka"Rakyatku gampang dibisiki?"

biarkan atau anak cucu kita hilang kejayaan di negeri sendiri
betapa kasihan presiden di rahim kekasihku

Pontianak 20102012

Air dan Ibu


Air dan Ibu 
Jimmy S. Mudya

Cintaku padaMu bagai air
mengalir ke segala juru pun keruh melanda menghempas tebing-tebing
meronta ke cadas kerikil
menyeru menatap memanggilMu ya Maha Kasih

Cintaku padaMu bagai ibu
menyusui membelai pun melantun lagu-lagu
aku bertepuk tangan mengucap kata demi katapuji syukur
kasihMu merangkul hatiku

aku menyimpan kasih di batinku
kenal pribadi di tengah gemuruh badai
di puncak Golgota
di gurun pasir saat Engkau kelaparan
ketika Engkau menebar jala
ketika bening matamu mengucurkan darah mengikat debu-debu di tubuhMU
:Ampunilah mereka

Cintaku padamu bagai air dan ibu
:KasihMu damai tanpa ruang waktu

Pontianak21102012

BAPAK TUA

BAPAK TUA
Jimmy S. Mudya

bapak
mengapa rentamu masih di sana
hari ini kulihat baju hijau telah memudar
lubang derita meluas di pori-pori badanmu
lalat kerap menjadi sahabat
bapak
:di mana anakmu?


sudah berapa matahari yang telah kau hitung
           berapa receh telah kau tadah
gurat pilu sedih melawan hidup yang mencekik
tergambar dalam sebutir donat anak pengasihan

bapak
jangankan untuk berumah
di negri sendiri kita masih ngontrak
haruskah aku mencekik lehermu, bapak?
aku geram melihatmu meminta-minta di pinggir jalan
menghitung jumlah pasir sumpah sumpah sang takdir

kau tak mungkin berlari
kau tua di pinggir jalan
hiruplah debu-debu hingga tuhan memanggilmu di surga
amin


Pontianak22102012

JIWA TANPA JIWA

JIWA TANPA JIWA
Jimmy S. Mudya


air kewanitaan
tercurah di sisi paha menjadi darah
tangis nafas lebih dari desah ibu
lebih tegang dari ayah


air kewanitaan
melupakan jiwa  menghentikan cita
:matilah bersama angin pertama menjadi jiwa tanpa jiwa


Malam24102012

BENARKAH?


BENARKAH?
Jimmy S. Mudya

kunyanyikan indonesia raya tanpa saudaraku
kuheningkan kepalaku mengingat benturan-benturan batin tanpa alamat
kesengsaraan,
penindasan,
hingga harga dirinya membiru

Ada yang terpaksa kawin. Katanya tidak
Ada yang menderita. Katanya tidak
Ada yang tak digaji. Katanya tidak
Ada yang malas. Katanya iya

BMI jadi terlunta-lunta
negara tak sanggup memberi makan
bahkan tak tahu bapak dan ibunya telah menemui ajal
benarkah?

lihat
orang-orang di negaraku membunuh rakyatnya sendiri
kaya korupsi. kaya BMI
kaya idealisme. kaya kemelaratan
yang kaya semakin kaya karena yang miskin semakin banyak
 benarkah?

anjing!
seperti anjing!
saat dikritik ia menggoyang ekor
saat menjawab
:biarkan BMI mati konyol. Toh kita masih makan keju.
benarkah?

Pontianak25102012

KENANGAN DI KAMPUNG


KENANGAN DI KAMPUNG 
Jimmy S. Mudya 

Mama,
teringat duduk bersama singkong rebus
gula ditabur
menyatu dalam teh kasih sayang

Mama,
pernah kuterobos hutan diwaktu subuh
burung-burung Enggang menari hingga durian matang gugur
tupai-tupai merayap di batang langsat dan rambai
meloncat
pepohonan menari riang

Mama,
dikala subuh jamur hitam dicari
sungguh masakan itu kurindukan
pun gagah ayam jantan di ubun-ubun gubuk kita

Mama,
di mana lagi kucari
orang utan yang kubelai botaknya
orang-orang kampung dengan sabit menuju kebun karet
lalu biru punggung memikul galon air dari kapuas

Mama,
aku rindu
manis tarian dan suara musik di kampung dayak
kurindu suasana betang yang luar biasa
kurindu gotong royong

Mama,
kisah menjala ikan di sungai
kisah menjaring ikan di kapuas
kisah masyarakat menjemur ikan asin
kisah pe-Nyalaian ikan bilis di para-para
kisah
kisah
habiskah dilahap masa?

Hutan tak dihinggapi enggang
Tupai kebingungan mencari pokok langsat
ayam jantan takut berkokok melawan kota
air kapuas kehilangan ikan
rumah betang menjadi rumah beton
orang utan ke dalam kerangkeng
pun singkong rebus telah mengeras kerontang

Mama,
apa daya kenangan
hidup telah memperkosa kesejukan masa lalu
aku takut
gelisah
generasi kehabisan catatan budaya sendiri

Pontianak4112012

BADAI

BADAI
Jimmy S. Mudya

 
badai cinta turun dari langit meninggalkan bintang-bintang
badai cinta masuk dalam perasaan manusia
badai cinta badai irama segala rasa

anak manusia tertawa dari rahim badai
wajah polos menangis tanpa busana
badai lahirkan anak manusia. lahirkan badai yang membadai diri oleh badai asmara

badai cinta terlahir dari kecupan nafsu
bagai selaksa petir mendenyut kepala. terombang ambing pertaruhkan nasib anak manusia.

anak manusia berteriak
badai pergi
badai melupakan asmara
badai menjadi pertengkaran masalah
badai menjual anak manusia
badai membunuh anak manusia
badai memutilasi anak manusia
badai menjadi darah suci yang membusuk

bila badai turun pagi hari
kuminta langit membunuh badai sebelum badai menenggelamkan matahari

Pontianak18122012

MAMA


MAMA
Jimmy S. Mudya

Mama
Kupanggil sejak mula mulutku bersuara
Sejak asi membuatmu tak tidur
Tak lelah jemarimu membelai keningku
Mengecup ubun-ubun
Menari.
Tertawa.
Demi bahagia anakmu ini.

Mama
Semakin dewasa kakiku melangkah
Amarah.
Nasehat.
Pembelaan.
Terngiang sebagai ilmu pengorbanan

Mama
Kini rambutmu tak sehitam dulu
Wajahmu penuh catatan tabah
Kulit jemari tetap dingin
Merangkulku dengan panggilan, Anakku.

Mama
Sujudku untukmu, Mama
Ijinkan anakmu mohon ampun
Betapa kejam airmata yang kutuang menutup retinamu
Namun, doamu senantiasa membentengi langkahku

Mama
Kutulis puisi ini untukmu
Mama sepanjang masa

Pontianak19122012

YANG DIMAU

**** YANG DIMAU ****
 Jimmy S. Mudya

Apa yang saya mau
Adalah pertanyaan yang melumatkan kebahagiaan
Menjerumuskan pada ketidakpuasan hidup
bagai setetes madu dalam jutaan semut merah

Kekasih meneriaki kekasih
Istri meneriaki suami
Suami meneriaki istri
Orang tua meneriaki anak
Anak meneriaki orang tua
Karena apa yang saya mau

Perceraian bagai tsunami
Anak menjadi berandalan di pasar-pasar
Duka meledak dalam rumah tangga
Tangisan melubangi hati. Senyumpun enggan
Bukan karena apa
Karena apa yang saya mau

Begitulah fana menyusup dari waktu ke waktu
Ketika apa yang  saya mau tak kau mau
Aku marah-marah
Aku kesal
Sampai tak kutegur orang yang kukasihi
Karena apa yang saya mau

Hei
Lihat. Mengapa kau tak seperti itu
Harusnya kau membawakan keju di meja makan
Hei
Ibu. Mengapa bukan baju bermerek seperti itu
Harusnya aku tak lahir dalam derita olehmu
Mengapa.
Sampai kapanpun itu
Karena apa yang saya mau

Manusia telah memasang masker bermerek
Apa yang saya mau
Manusia terus menerus kebingungan
Tekanan batin
Menangis
Karena berkaca pada “apa yang saya mau”
Adakah itu terjawab?

Tidak!
Tidak!
Hingga akhir zaman pun tetaplah kusut
Rasa optimis telah kutanamkan dalam sajakku
Lalu mengapa semua bagai neraka yang tak menemukan titik bahagia
Ya,
Banyak orang salah alamat
Mari kekasihku
Bongkar maskermu
Bongkar kacamatamu
Gantilah dengan apa yang Tuhan mau

Pontianak1212013

Sabtu, 26 Januari 2013

KISAH DI KORAN PAGI


KISAH DI KORAN PAGI
(kisah manis parapengemis)

Jimmy S. Mudya

Duduk bersama rekan sejawat
Halaman pertama jadi upacara cangkir-cangkir
Kubaca kabar
para pengemis  di jaring petugas
tak asing kulihat rupa mereka di kertas berita

Gelegar tawa di warung kopi
Ada yang iba. Turut pula yang sinis
Menggerutulah hatiku mencari akar berita

Rahasia umum kembali terungkap
Kisah hijrah turis dari kota seberang
Di tampung paragembong manusia
Pekerjakan nasib sebagai peminta-minta

Katanya:
“parapenampung mengeruk seratus ribu rupiah setiap bulan”
Syukur pengemis:
“sehari kukeruk ratusan ribu”

Kutelan kopi yang hampir dingin
Perlahan otakku di rajam tanya
“Apakah salah parapengemis?”
“Apakah mereka paraparasit?”
“Bukankah mereka meminta pada yang memberi?”
“Bukankah hidup kita adalah berbagi?”
“Apakah nasip esok bila mereka pulang ke kota gersang?”

Sungguh
Betapa adil Tuhan
Ketika kekurangan menjadi keterampilan bersandiwara
Tak perlu berlatih menghafal naskah
Cukup menatap polos. Menepis malu
Berjalan dari pasar ke pasar
Warung kopi ke rumah makan
Pun kampus jadi lumbung laba
Katanya:
Kami punya jadwal lahan

Puisiku telanjang
Tak kutemukan kiblatnya
Risihku timpang pada kemanusiaan
Oleh masalah tanpa penyelesaian

“Pak, kita uber koruptor saja, ya”

Pontianak2612013

KISAH SI ITAM


KISAH SI ITAM
Jimmy S. Mudya


Di balik pohon belian
Duduk jongkok si itam
menepuk sana sini
tapi agas kian meneror

Mata melirik jalan setapak
Gemersik dedaunan kering gugur
Satu persatu terjatuh
Nafas si itam meluap
Legalah hasrat yang tadi membelit perut

Si itam berdiri
Kuning si langsat menggoda
Juntaian rambai menari di tepi bibir
Begitu pula bening si daging lengkeng

Si itam memanjat
Dahaganya di jawab alam
Hutan Kalimantan bersaksi
:akulah si raja hutan

Dua tiga tahun berganti
Perut si itam kembali mengkerut
Raganya kembali melaju
Terobos jalan yang hilang arah

Si itam duduk di tengah lapang
Bertengkar dengan kata-kata batin
Tunggul langsat bersaksi
Tunggul rambai menggabus
Lengkeng tinggal nama
Akar belian di sembah tunas masa lalu

Si itam gerah
Silau mentari kini melepuh di kulit
Suara mesin pembangunan terngiang
Dahan belian rapuh
Perkasanya membunuh langsat dan rambai tercinta

Oh si itam
Kakinya tertusuk duri-duri sawit
Tunas-tunas belian kebingungan  menembus tanah
Darah merembes ke tanah
Mengusap hutan rimba yang hilang rasa
Hutan Kalimantan bersaksi
:Akulah si tumbal pembangunan

Si itam tak bisa sembunyi
Roda dua telah membelah nyawa
Tiada agas lagi
Orang lalu lalang memikul hasil alam
Langit cerah
Karena hutan kini adalah pokok palem
Langit cerah
Karena air telah tumpah di sungai-sungai
Langit cerah
Karena hujan telah menghanyutkan racun ke danau
Langit cerah
Melihat telur ikan tak menetas
Langit cerah
Langit cerah
Langit cerah
Terbakarlah keperkasaan Kalimantan

Si itam menangis
Si itam membeli langsat impor
Si itam sepi
Si itam membeli lengkeng impor
Si itam perih
Si itam mencari batang belian

Si itam menjadi tua
Mulutnya berbusa menyampaikan dongeng
Cucu cucu bertanya tentang belian
Pokok keras yang kini di ukir di luar negeri
Cucu cucu bertanya tentang arwana
Si itam lelah berdongeng
Lalu terbujur kaku bersama sejarah yang habis era-nya

Pontianak2612013

Jumat, 25 Januari 2013

BUDAK CINTA

BUDAK CINTA
Jimmy S. Mudya

Kekasih jaman menangis dalam genggaman
Airmatanya terjatuh di jalan raya
Dipijak roda-roda
Di tepis oleh angin delapan puluh kilometer perjam
Di belakang pria entah berantah
Mungkin pacarnya atau kura-kura

Ia berontak mencubit
Memukul-mukul pria penuh kerut murka
Tangannya di tarik hingga merapatkan dadanya di punggung
Dipekik geram
Di tempeleng pipinya yang merana
Lalu pasrah memeluk pria entah berantah

Entah apa yang terjadi pada kekasih jaman
Persoalan macam apa yang membuat pekik tak berdaya malam ini
Air mata yang terkulai di sana
Dikeroyok debu-debu. Pasir-pasir
Bagai badai cemburu dari balik keinginan
Atau pertempuran keakuan
Yang amblas tanpa musyawarah

Astaga
Entah apa dibalik cinta
Ketika persoalan menjadi tuhan bagi asmara
Arti pengorbanan cinta telah menoreh korban kebodohan
Demi cinta
Aku punya seribu nyawa
Demi cinta
Apapun kulakukan
Lalu gemuruh pertengkaran merusak syaraf
Langkah kendaraan oleng
Kudengar teriak ungkapan rasa dari pria
“Aku cinta padamu”
“Aku cinta padamu”
Lalu mereka terbaring di trotoar
Darah membanjiri kota
Cinta meleleh menjadi nyawa
Logika penyesalan merana
Cinta tinggal cerita-cerita yang kini keluar dari mulut-mulut pendongeng
Surat kabar bangga memampang di halaman utama
Televisi memuat drama cinta

Roda waktu adalah peristiwa
Roda waktu adalah ilmu
Selamat jalan hamba cinta
Kau berjasa mengingatkan hamba-hamba yang lain

Pontianak2512013

Kamis, 24 Januari 2013

BORNEO KEMANA KISAHMU?

BORNEO KEMANA KISAHMU?
Jimmy S. Mudya

Aku mendengar bencana merobek tanah borneo
Jantungnya tak lagi menyejukkan hati
Matahari pagi kesepian. Tiada embun lagi.
Mengapa seolah kita lupa menyentuhnya

Demi pembangunan negeri
Borneoku menangis
Demi perut para jahanam borneoku gundul.
Kemana kisah itu?
Ya, mungkin kisah-kisah gundulnya tidak asik untuk dibicarakan.

Borneo
Rentetan kata mengaung dari kelambu desa
Hutan kami tinggal tunggul
Siapa yang mencari hilangnya batang?
Batas kami penuh minyak
Tapi kami krisis minyak.
Siapa yang bertanya itu?
Tanah kami dipanen subur
Kenapa bangsa makin terkubur?
Kemana pertanyaan itu?
Sumber Daya dikeruk
Anak-anak masih bingung mencari sekolah.
Orang sakit kalang kabut
Apa ini?

Astaga!
Rupanya di layar kaca aktor-aktor bermunculan untuk audisi
Berbalas drama
Naskah pun bermunculan
Lahirlah para setan baru yang lebih tenar dari setan bioskop
Lebih tenar dari kisah BORNEO.

Ya,
Bila tuba telah menyiram segala aspek
Borneo hanya akan menjadi doa-doa
Yang mengiring kematian umat-umat manusia
Oleh serakah para pemanen keringat alam

Borneo
Kisahmu kuabadikan dalam puisi

Pontianak 14122012

Pembacaan puisi di Aula FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak


Balada Parabocah

Balada Parabocah
Jimmy S. Mudya


hari ini. kulihat lagi
bocah bocah kecil
melawan matahari

tangannya menadah
di gemuruh lalulintas
dengan wajah penuh duka
menunggu recehan

entah sampai kapan. kulihat lagi
bocah bocah dekil
melawan badai hidup

telapaknya mengkerut
penuh debu lalulintas
dengan wajah penuh lara
menunggu recehan

tak tergambar rasa malu
atas sinis para tuan
melawan sesaknya perut
dalam harap resah
berharap ada iba
tuk mengisi perut itu
walau sekeping recehan
ya, Tuhan kubersyukur

malam hari. masih kulihat lagi
bocah bocah ingusan
mengejar lampu merah

angin malam menusuk
kecil lutut bocah itu
dengan sisa harapan
menunggu recehan

Pontianak1812013

Musikalisasi Puisi "Balada Parabocah"


SAJAK KAOS KAKI

SAJAK KAOS KAKI
Jimmy S. Mudya

Kaos kakiku yang malang
Sudah lepas dari ingatan
Oleh tamak kakiku yang tak setia
Kaos kakiku
Berapa kali kakiku menidurimu. Pun kupijakpijak ragamu
Namun tak kudengar amarahmu
Itu karena aku lebih dulu membuangmu ke selokan
Bukan karena aku tak setia
Sebabnya adalah kau tak pantas menempati kakiku lagi
Dua kilo kita melangkah
Kau bau dan berpeluh keluh
Dua kilo kau jadi saksi
Kau gelisah dan penuh noda

Kaos kakiku
Sudah kulupa warna dan rupamu
Aku tak ingat lagi lembut kecupmu di sela jari jari
Sebab kubisa beli harga dirimu seenak dompetku

Aku dan kaos kaki
Seumpama pejabat dan masyarakat
Kubeli kaos kaki sebanyak maksudku
Puas. Kubuang di selokan lagi.
Walau keringat jasa di tubuhnya amis
Tetap saja kutak ceritakan pada istriku lagi

Aku dan kaos kaki
Menjadi catatan murahnya politik
Aku gagah tapi kau habis
Cukuplah dakiku yang kau lahap
Upahmu telah kubayar sebab kewajibanmu adalah
Membuatku gagah di mata kekasihku
Karena hari demi hari kini
Aku menjadi keagungan segala pengusaha
Selamat tinggal kaos kakiku
Selamat tinggal keterpencilanmu

Pontianak1412013



Vidio Pembacaan puisi "Sajak Kaos Kaki"

ASA

ASA
Jimmy S. Mudya

Kuharap mentari pagi menghangatkanmu
kembalikan senyum ceria
kala kita membelai ilalang yg baru terbangun
senyuman lebarmu
taksanggup melawan mentari
kau lemah di sudut itu
terkulai hampir tak bersuara
menunggu rangkulku
sebagai obat melipur lara

mentariku
lekas pulih
kita sapa lagi ilalang segar itu
:doa ini telah kirim bersama wajahmu

Pontianak2512013

MAMA. PAPA

*** MAMA. PAPA***
Jimmy S. Mudya

Mama. Papa
Ini tanganku yang mengusap kakimu
Sambil kupijat urat yang kian renta
Terukir lelah di telapak kakimu
Gambar  cerita kasih sayangmu

Mama. Papa
Ini mulutku yang berdoa
Berkata kata pada sang pemilik usia
Kusirat harap lama dibelaimu

Mama. Papa
Ini sekujur  tubuh yang kau cipta
Siap memapah kala bungkuk menderamu
Menyuapi seperti kasihmu kala gigiku masih rawan

Untuk Mama. Untuk Papa
Ku tulis tinta rindu sepanjang masa

Pontianak1312013

PENDAM

***PENDAM***
Jimmy S. Mudya

Bagaimana kuberkisah
Mengatur alur bicaramu yang kukasihi
Jiwamu penuh sana sini
Mengubur dasar  harap diri
Jauh dibawah akar
Kesal. Kau tak menggapai itu.

Bagaimana kujujur berkata
Mengatur yang tak pantas dipilih pikir
Mestikah kusenyum pura-pura
Demi jalin kasih yang kita naungi

Tanya. Pun alasan alasan
Kutungkup dalam dasar perasaan
Demi jalin cinta yang kuharap baik baik saja
Walau deru hati berjalan belawan arah

Sudah. Kutumpuk saja menggunung-gunung
Menanti lahar  waktu murka
Dan kupantaskan jalin kasih lebih dari kini
Itulah kepatutan kita saat jenuhku memilih
:menjadi akhir atas awal. Pun sebaliknya.

Kasih
Kudiam diam bicara ke hatiku
Melihat liku yang kau dikte di mukaku
Semoga waktu memihak itu

Pontianak1312013

PELACUR GAGAL

PELACUR GAGAL
Jimmy S. Mudya

Kenapa kau meringis hai pelacur di warung remang
Mengapa tak kau layani tuan-tuan yang separuh mabuk itu
Rokmu yang pendek menunggu tuan-tuan untuk menyelip saweran
Jangan tidur
Dengar juraganmu bicara
Jangan tidur
Atau anakmu mati kelaparan

Kenapa wajahmu pucat di kamar penuh desah
Apakah pria tak lagi sudi mendarat di selangkangmu
Kulitmu yang putih berbulu halus
Menjadi kumpulan borok yang bernanah kecupan
Jangan bermalas malasan
Dengar juraganmu mengeluh
Jangan tidur terlalu lama
Atau anakmu putus sekolah

Hai pelacur di warung remang
Jarum jam adalah temanmu malam yang lalu
Kini telah kesepian
Tuan tuan telah melupakan belaianmu
Mereka lupa bahwa kau pernah membangkitkan birahinya
Memuncratkan hasrat  saat bosan pada istri di rumah

hai pelacur
mengapa kau masih menangis dan takut mandi
dengar juraganmu yang gelisah karena tak mendapat pundi
jangan kau buat juraganmu sakit hati
atau anakmu kelak menjadi pelacur lagi

ah,
rupanya kau tak mendengarkan itu
kau memuja rasa sakit di sekujur tubuhmu
kau takut membuka baju
bahkan gelisah melihat tetekmu yang melebam biru
peringatan tak kau indahkan
kau telah merugikan juraganmu
pergilah
pergilah
pergilah
lihat anak-anakmu yang mati terbujur kaku

Hai pelacur di warung remang
Kau telah mengganti nama menjadi bunga bangkai
Kau bukan lagi pelacur
Kau adalah wanita yang merangkak menghitung waktu
Para dokter menggeleng geleng
Seorang tuan sinis berkata : Kau sarang sipilis

Oh
Bunga bangkai yang malang
Air matamu menetes di kening anakmu
Tetekmu tak lagi menyusuinya karna asi telah berubah menjadi nanah
Wajahmu enggan melihat Tuhan apalagi pulang kepangkuan ibu di rumah
Air matamu menetes mendengar keroncong perut anakmu
Melihat nilai anakmu yang juara satu
Melihat seragam sekolah dari saweran malam
Kau gagal
Kau tak menjaga etos kerja juraganmu
kau gagal
menjaga identitasmu sebagai pelacur
kau gagal
membuat anakmu menjadi dokter
kau gagal
teguklah sisa waktu dalam separuh malam tanpa pelukan hangat seorang ibu

Pontianak1112013

DIBALIK TAHAYUL PEMBANGUNAN

DIBALIK TAHAYUL PEMBANGUNAN
JIMMY S. MUDYA

Aku membaca tiga puluh delapan ribu hektar lahan telah menjadi pohon uang
Aku membaca kesejahteraan masyarakat borneo semakin luar biasa
Aku membaca prasarana untuk masyarakat menjadi tawaran yang menggiurkan
Aku membaca dua ratus dua puluh dua investor mengantre dengan segala iming-iming
Aku membacanya di halaman pertama ketika rinduku pada kicau burung pipit menggebu-gebu
Burung-burung telah hijrah
Babi-babi telah musnah dianggap hama
Orang utan dikepung lalu kelaparan
Burung enggang merana mencari pasangan
Rumah adat menjadi latah
Rumah betang tinggal tiang belian yang juga digorok
Generasi kehilangan sejarah karna tak lagi menyapa embun budaya

Aku bukan anti pembangunan
Pembangunan adalah wajah kemajuan yang layak dikenyam
Pembangunan bukanlah robot pembunuh yang meratakan generasi satwa
Pembangunan bukanlah mesin penghancur tradisi berladang
Bukan menyulap sawah yang menjadikan kepentingan yang terhormat untuk membeli sepatu berlian
Pembangunan bukanlah raja yang  seenaknya melunturkan adat dan tradisi masyarakat

Aku menoleh bayangan
Betapa adat menjadi jeruji pelanggaran moral di masa silam
Ketika irama musik sape’ dan gong meliukkan jemari bujang dan dara
Ah...
Budaya kota
Menyusup dari tahayul pembangunan
Yang mengirim musik pengiring para  penari-penari telanjang

Apa artinya pembangunan?
Bila adat tersisih dari kepatutannya
Bukankah hukum adat adalah dasar bagi hukum negara?
Apa artinya pembangunan?
Bila akhirnya merusak tatanan agama?
Apa artinya pembangunan?
Bila menghalalkan segala cara untuk mengembungkan perut pengusaha?

Aku bersujud mengucap duka cita
Tinta-tinta ini akan menjadi catatan sejarah yang mungkin jadi isapan jempol hari ini
Siang hari telah menjadi bara
Petang telah membaur bersama angin laut
Pagi telah menjadi keringat
Selamat tinggal sejarah tanah kelahiranku

Pontianak1112013